Beyond Beautiful : Wanita; Keluarga dan Cinta

Kumpulan tips bagi wanita tentang bisnis, karir, keluarga dan cinta. Sukses itu penting, namun cinta lebih penting.

Sunday, April 14, 2013

Toxic employee di sekitar kita

Rita adalah karyawan yang baru bergabung dalam timnya Panji. Belum ada 2 bulan Rita pindah dari cabang lain dan bergabung bersama tim yang oleh Panji disebut ‘the dream team’ karena kekompakan dan restasi yang sering dibuat oleh timnya itu. Panji juga sebenarnya belum lama. Belum ada setahun ia memegang sebagai area sales manager di kota ini. Meski begitu, sejak ia pegang, area ini selalu menjadi juara dalam berbagai kompetisi baik terkait dengan sales performance maupun non sales performance.

Namun sejak kahadiran Rita, ada sesuatu yang lain terjadi disini. Gadis yang asli kota ini baru dipindah dari cabang lain dan memegang salah satu fungsi di sales support officer . Sebenarnya tugasnya tidak terlalu berat, hanya melakukan follow up customer yang sudah deal dengan sales, melengkapi dan melakukan verifikasi data dan membuat janji untuk serah terima barang dengan customer.

Yang membuat karyawan lain agak gerah adalah sikap Rita yang terkesan seenaknya. Kadang datang terlambat, meskipun sudah ijin sebelumnya, pulang lebih cepat, tiba-tiba sakit atau sikap kepada pelanggan yang terkadang kurang mencerminkan good service. Beberapa kali juga sempat clash dengan rekan lain akibat dari perbedaan pendapat yang sepele.

Panji menghawatirkan jika sikap Rita yang demikian akan menimbulkan ketidakharmonisan bahkan menimbulkan ‘penyakit’ bagi timnya yang sudah solid. Kehadiran Rita ibarat toxid dalam timnya. Eny, salah satu team leadernya yang membawahi corporate sales bahkan menyebutnya the toxid employee.

Apa itu toxid employee?

Toxic employee sering didefinisikan sebagai karyawan yang menjadi racun bagi organisasi/ perusahaan tempat bekerja dan karyawan lain dalam timnya. Sesuai dengan sifatnya, racun jika diberikan dengan kadar dibawah dosis tidak akan memberikan efek apa-apa, jika kadarnya sesuai dosis akan menjadi obat, namun jika kadarnya diatas dosis akan menjadi sangat berbahaya, sangat merugikan bahkan dapat mematikan.

Menurut Anthony Dio Martin, seorang psikolog sekaligus penulis buku EQ Motivator, karyawan seperti ini biasanya menunjukkan sifat-sifat sebagai berikut:

Pertama, adalah negaholic yaitu kecenderung selalu berpikir negatif dan pesimistis. Untuk setiap gagasan yang sebenarnya baik dan progresif, namun bila mereka ditanya pendapatnya, mereka akan mengeluarkan seribu satu alasan kenapa ide atau gagasan progresif itu tidak mungkin dijalankan.

Kedua, mereka menjadi duri dalam daging bagi tim. Akibatnya, energi tim lebih banyak dihabiskan untuk mengurusi mereka daripada memikirkan dan melaksanakan ide kemajuan proyek. Pikiran, sikap, dan tindak-tanduknya menyita banyak perhatian dan energi tim. Orang-orang tidak fokus lagi pada memajukan proyek, justru terbekap dan energinya habis untuk meladeni pikiran dan kritikan dari si toxic employee ini. Intinya, toxic employee mengurangi laju perkembangan kerja tim.

Ketiga, mereka lebih banyak menjadi masalah ketimbang memberikan solusi. Kadang, mereka bisa menjadi sangat kritis dan jeli dalam melihat permasalahan. Tetapi, ujung-ujungnya tetap ke situ. Mereka melihat masalah, menyebutkan masalah, dan menciptakan masalah.

Keempat, egosentris (self centered). Dalam berbagai situasi, mereka bisa tampak melontarkan ide cemerlang yang bertujuan demi kepentingan banyak orang dan perusahaan.

Kelima, emosional. Urusan menjengkelkan dengan orang tipe ini adalah temperamennya yang emosional. Bila ditegur atau dikritik, mereka bisa menjadi sangat sensitif dan defensif. Kritik dinilai sebagai serangan pada dirinya. Akibatnya, orang-orang ini menjadi sulit menerima masukan dan feedback dari orang lain.

Keenam, suka menyebarkan gosip dan berita negatif. Gosip yang mereka lontarkan mampu memengaruhi semangat dan kultur buruk kinerja. Akibatnya, aroma kecurigaan menguat di dalam timnya. Orang mudah berprasangka negatif. Dalam situasi macam ini, justru dialah yang sering dijadikan tempat curhat. Inilah momentum baginya menyebarkan virus pikiran negatif dan kecurigaan kepada semakin banyak orang.

Yang ketujuh, dia tidak pernah bersyukur. Saat mendapatkan hal-hal baik, orang macam ini tidak mampu mengungkapkan rasa syukur. Mereka berdalih perusahaan memang sepantasnya berlaku seperti itu.

Mitra profesional, rekan kerja semacam ini, kita harus berhati-hati. Jangan terburu-buru untuk memberi stigma buruk dan langsung menyikapinya secara negatif. Tidak jarang, toxic employee lahir karena kekecewaan yang menumpuk dan tidak ada saluran ekspresinya.

Karena itu, dialog menjadi lebih penting dan sikap dewasa, lebih dibutuhkan di awal-awal dalam menghadapi mereka ini. Tak jarang juga, setelah didialogkan dan kekecewaannya mendapatkan jawaban, mereka bisa sembuh.

Baik sebagai rekan kerja maupun atasan bagi karyawan semisal Rita, kita harus tetap berlaku bijak. Terlalu cepat memberikan ’judment’ atau stigma negatif kepadanya akan menghilangkan potensi yang mungkin dimiliki yang bersangkutan, namun membiarkan menebarkan virus dalam lingkungan kerja juga akan mempengaruhi kinerja tim.

Seorang pimpinan dalam tim  pun perlu peka untuk melokalisir ruang gerak dan pengaruh negatif dari mereka. Akhirnya, jika memang segala upaya dicoba dan mereka juga tidak sembuh, lebih baik kehilangan satu atau beberapa karyawan yang toxic daripada seluruh organisasi rusak.

Jadi berhati-hatilah, jangan-jangan ada toxic employee di sekitar Anda! [js]

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.